Seni Naluri Reog Brijo Lor Yang Gak Ada Matinya


Lebaran Idul Fitri tlah tiba, silaturahim ke sanak saudarapun sudah dipersiapkan sejak jauh hari. Sepanjang perjalanan, saya mengamati para pemudik yang mengendarai motor dengan barang bawaan yang melebihi kapasitas motornya. Dan terlihat jelas plat motor B, duh jauh sekali perjalanan mereka. Belum lagi yang di bonceng 2 balita dan ibunya, betapa bahagia hati mereka ketika mau bertemu dengan orang tua, sanak saudara, dan tetangga yang lama tidak mereka jumpai. Tapi Alhamdulillah saya sendiri mudiknya hanya ke kota Klaten saja. Sekitar 60 menit dari Solo.

Di mana Klaten itu adalah kota yang menyimpan banyak sejarah, banyak pula destinasi wisata dan mungkin belum banyak yang tahu tentang keelokan Klaten yang sesungguhnya. Klaten merupakan perbatasan antara kota besar Yogyakarta dan Surakarta, tapi potensi wisata di Klaten tak kalah menariknya loh dengan kota – kota lainya. Sehingga patut untuk di explore dan kita buktikan pada dunia bahwa Pulau Jawa itu memiliki banyak obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Untuk melihat keindahan Kota Klaten dengan beragam obyek wisatanya sementara browsing dulu ya gaes......., karena di sini saya akan membahas tradisi di Klaten yang masih lekat sampai sekarang.

Setelah sholat Ied, di Kota Solo dan kota laen pada umumnya langsung bersalam – salaman dengan orang tua, saudara dan tetangga sekitar untuk saling bermaaf - maafan.  Akan tetapi beda sekali dengan tradisi di Klaten, tepatnya di Desa Trucuk Klaten. Biasanya tradisi halal bi halal dilakukan 2 hari setelah sholat Ied dilakukan, dulu ketika saya baru menjadi warga di sanapun juga merasa aneh, tapi lama2 juga terbiasa dan dirasa semakin menarik kalau dipelajari. Kenapa ??? Semua itu karena ada tradisi Reog, atau biasa di sebut lebaran Reog, di mana kalau Reog belum di mulai maka halal bi halal pun juga belum dilaksanakan. Atau istilah warga Klaten itu adalah ujung (sungkeman kepada yang lebih tua). 

Waktu pelaksanaan pertunjukan reog ini biasanya ditentukan atas dasar perhitungan jawa, jadi tidak mesti 2 hari setelah sholat Ied dilakukan dan tidak boleh dilaksanakan pada hari jumat. konon katanya karena berpantangan dengan adat setempat. Selain pertunjukkan reog, acara ini juga diramaikan dengan adanya pasar rakyat yang menjual aneka mainan, asesoris, makanan dan baju. Saat bazar di mulaipun merupakan kebahagiaan tersendiri buat anak – anak, mereka dengan bahagianya memilih mainan yang di beli dengan uangnya sendiri. Maklum Lebaran idul Fitri merupakan harinya anak – anak juga, bagaimana tidak, hanya di hari Raya Itulah anak – anak mendapat angpau dari sanak saudara ataupun tetangga sekitar .

doc. pribadi ( Iffah ipeh, 2017)


Pada pukul 11.00 Pengunjung mulai memadati tempat di mana reog akan di mainkan, tak hanya warga Klaten saja yang menyaksikan melainkan  dari luar Klaten juga tak mau ketinggalan. Warga nampak antusias melihat pertunjukan reog yang di gelar di depan masjid Alfatah Brijo Lor. 
Gak sedikit pula yang mengabadikan kesenian rakyat itu dengan Smartphone atau kamera digital.  

Trucuk Klaten merupakan tanah kelahiran suamiku, dan menurut sejarah yang diceritakan oleh bapak mertua saya bahwa tradisi Reog itu adalah Naluri. Jadi warga Klaten menyebutnya dengan Seni Naluri Reog Brijo Lor. Bapak berumur sekitar 85thn, tapi ingatanya masih jelas sehingga bisa menceritakan bagaimana sejarah dari reog Brijo Lor itu. Mungkin bagi sebagian orang masih asing dengan yang namanya Reog, bahkan ada yang belum pernah menontonya sama sekali. Sayapun rela sampai berdesak – desakan untuk bisa menonton reog di barisan paling depan, bagi saya rugi kalau tidak mengabadikan moment ini. Lebih semangatnya lagi, pemain reog ini semuanya masih ada hubungan kekeluargaan dengan bapak mertua. Dan semua di wariskan ke anak cucu, tidak boleh di ganti dengan pemain diluar garis keturunan.

Ada Salah satu sepupuku yang sudah 4 tahun ikut melestarikan Reog ini, namany Ridhlo Ilham Putra (23th), dan saat ini masih kuliah di UNDIP Semarang jurusan Manajemen. Di saat remaja lain lebih senang dengan segala hal yang berbau kekinian, tapi beda dengan Ilham. Bagi dia reog merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan secara turun temurun, karena tidak sembarang orang boleh main reog, hanya penerus keturunan saja yang boleh ikut. 
" Ham, ganteng2 kok mau maen reog sich......!!" tanyaku.
" Merupakan kebanggan sendiri bisa melestarikan reog ini mbak." jawab Ilham. Pertanyaanku itupun juga bukan bernada mengejek sich, saya malah salut dan bangga kalau remaja seusia Ilham masih mau melestarikan tradisi Seni Naluri Reog Brijo Lor.

" Karya seni mampu mengubah sosok manusia, layaknya seorang pemahat yang mengubah batu tak berarti menjadi pahatan yang bernilai tinggi."


Ridhlo Ilham Putra. doc.pribadi
Hari semakin siang, dan penonton semakin gak sabar untuk bisa menonton pertunjukkan Seni Reog Brijo Lor. Apabila pemukulan bendhe sudah dilakukan oleh pimpinan Seni Naluri Reog Brijo Lor maka itu pertanda pertunjukan segera di mulai dan pemain datang ke lokasi sudah siap dengan busana dan tata riasnya. Penonton gak peduli berdesak-desakan meskipun cuaca juga sedikit panas, bagi mereka menonton reog itu gak membosankan. Terbukti mereka menonton sampai acara selesai.

Pertunjukan reog itu sendiri di mulai pukul 10.00 sampai pukul 16.00, saya baru menonton atraksi reog itu pada pukul 12.00 karena paginya harus berada di rumah untuk melayani tamu yang ujung . Yang notabene bapak sesepuh di keluarganya, jadi rumah selalu penuh dikunjungi tamu baik saudara ataupun tetangga sekitar. Dan saya juga ikut berdesak – desakan agar bisa menonton di barisan paling depan, akhirnya berhasil meskipun dengan sedikit kemarahan salah satu penonton karna saya ndesel – ndesel. Melihat penonton yang banyak seperti itu bisa dibilang bahwa Seni Naluri Reog Brijo Lor tidaklah membosankan, tapi menyenangkan dan harus mendapat apresiasi melalui tulisan singkatku ini. Xixixixi

Gerak Jogedan (Foto: Iffah Ipeh, 2017)
Gerak Kaki Ngiclik (Foto; Iffah Ipeh, 2017)




Mengapa warga Brijo Lor menyebutnya sebagai Seni Naluri ? Tidak lain semua itu merupakan seni yang turun temurun, dan sampai saat ini tetap eksis sampai sekarang. Terlepas dari pengaruh perkembangan kehidupan sosial, bentuk pertunjukkan Seni Naluri Reog Brijo Lor hanya menampilkan tari Jathilan atau jaran kepang. Jadi tidak se-extrim orang pikirkan. Kesurupan atau istilahnya ndadi  masih ada. Tapi tidak berlangsung lama, pengaruh kesurupan itu akan menghilang dengan bantuan sesepuh lewat mantra - mantra tertentu. Sedikit video bagaimana pemain reog itu kesurupan. Cekidot yak......!!



Dalam pertunjukkan reog atau jaran kepang ada salah satu pemain kesurupan itu sudah menjadi hal yang wajar. Tapi beda dengan Seni Naluri Reog Brijo Lor ini, dari video di atas masih terbilang biasa2 saja, gak extrim sampai makan beling, pecahan lampu atau sampai memanjat pohon kelapa. Hanya saja mereka bertingkah laku seperti banteng, harimau, monyet ataupun ular. Tapi biasanya yang mengalami kesurupan hanya orang - orang tertentu saja, dan menurut salah satu warga hanya orang - orang itu saja yang mengalami kesurupan. Kalau menurut pribadiku sich, mereka kesurupan karena saking menjiwai sebuah seni jadi secara otomatis mereka merasa terpanggil untuk berperan dengan semangat.

Sejarah singkat Seni Naluri Reog Brijo Lor

Seni Naluri Reog Brijo Lor merupakan salah satu upaya pelestarian budaya warisan nenek moyang. Konon, pertunjukkan reog ini berfungsi sebagai penghormatan kepada ki Ageng Glego yang telah menyebarkan ajaran agama Islam di wilayah Kalikebo. Dan makam Ki Ageng Glego terletak di Dukuh Brijo Lor desa Kalikebo, persis dibelakang masjid. Eyang Glego atau Ki Surolawung adalah seorang senopati perang majapahit yang sakti, yang merupkan prajurit dari Ki Ageng Jayeng Resmi. 
Selama hidupnya Ki Ageng Glego mempunyai peliharaan Kuda Kore, Kambing Gembel, Sapi Plongko (hitam), Ayam Walik (bulunya terbalik) dan Burung Gemak (Puyuh). Lima jenis hewan peliharaan ini sampai sekarang tidak diperbolehkan dipelihara oleh masyarakat Dukuh Brijolo. Yang konon katanya kalau memelihara hewan tersebut maka akan berakibat tidak baik.

Makam Ki Ageng Glego, (foto : Istimewa)


Kepemimpinan Seni Naluri Reog Brijo Lor

Ki Singowijaya adalah pemimpin pertama kali, dan Ki Singodimejo adalah salah satu keturunan Ki Singowijaya yang selanjutnya diturunkan kepada anaknya sampai sekarang dengan mewarisi seni reog tersebut. Kemudian dilanjutkan oleh Ki Singodimejo, Joyodiharjo, Yoso Suparno dan saat ini dipimpin oleh Notodiharjo sejak 1968.

Adegan Desain Lantai Lingkaran (Foto: Iffah Ipeh, 2017)
Foto : doc. pribadi
Busana Pemain Reog

Keberhasilan pertunjukan reog itupun tidak lepas dari peran serta para pemain, sesepuh, warga dan juga para donatur. Salah satunya penyediaan kostum, kostum - kostum tersebut merupakan hasil pemberin dari para donatur. Yang dikenakan oleh busana prajurit terdiri dari, celana hitam, lurik, jarik tenun jawa, rompi, slempang, dan sampur. Sedangkan busana penari penunggang kuda memakai baju rompi, kalung kace, binggel, celana tanggung, sampur, ikat pinggang, kain jarik, dan blangkon. Dan untuk tata rias hanya sekedar menambah nilai estetika saja dan untuk membedakan antara pemain dan penonton.

Busana Pemain Reog ( Foto : Iffah Ipeh, 2017)

Video Pertunjukan Seni Naluri Reog Brijo Lor


                                        

Karena seni adalah sumber kebahagiaan, seni adalah sumber inspirasi dan sumber ketenangan jiwa. Maka jadilah seseorang yang mengagumi karya seni, di mana seni itupun mampu untuk mengasah hati agar lebih peka. Mari kita jaga dan lestarikan !!


Salam Hormat,

Iffah Ipeh

Share:

9 komentar:

  1. Unik ya. Seriusan aku baru tahu di klaten ada tradisi ini. Salut buat sodaramu yg masih bersedia mempertahankan tradisi. Jempol

    BalasHapus
  2. aku pikir reog cuma reog ponorogo aja, tapi ada juga reog brijo lor :3

    BalasHapus
  3. Ponakanmu keren mba. Idem sama yang lain. Baru tahu reog ada di Klaten

    BalasHapus
  4. Wah, aku juga baru tahu kalau di Klaten ada Reog juga.

    BalasHapus
  5. Baru tahu ada reog di klaten ya

    BalasHapus
  6. Seru banget acara reog nya.. Bagus masih ada terus gitu ya mak..

    BalasHapus
  7. Di tempatku juga masih ada reog ginian mak kalo lebaran. Banyak banget yg nonton. Seru!

    BalasHapus
  8. Kirain reog cuma ada di ponorogo.
    Di klaten jg ada ternyata

    BalasHapus
  9. Reog nya pake dadak merak itu jg mak? Kapan2 ajakin kita2 ntn reog klaten dong

    BalasHapus